Minggu, 18 Januari 2015

Food Truck



Para penjual ini menangkap peluang dari gaya bersantap praktis, fleksibel, harga terjangkau, dan sehat. Dengan kemasan khas, mereka menyasar kaum urban yang dinamis. Anak-anak muda ini lalu memboyong ide food truck, yang lebih dahulu populer di Amerika Serikat, ke Jakarta.
Jualan makanan dengan mobil memang tidak asing di Indonesia. Sebagian pedagang sayur, pernak-pernik dapur, pecel, bakso, atau sate sudah menggunakan mobil bak terbuka atau kendaraan roda tiga berkeliling kampung menjajakan dagangan.
Lantas, apa bedanya dengan food truck? Bagi Anar ”Puput” Arsyid (26), satu dari empat pendiri Amerigo, kendaraan dalam food truck memiliki desain khusus dari sisi konstruksi dan rupa. Ada dapur untuk memproses makanan, umumnya menawarkan menu tematis.
Amerigo adalah satu dari beberapa ”merek” yang mengawali tren food truck di ibu kota Jakarta. Amerigo memakai truk Mitsubishi Colt FE 71 L yang memiliki panjang total 5,75
meter untuk membangun dapur bergerak. Kompor, alat pendingin, pemanggang, penggorengan, serta rak dan meja tertata di dapur kendaraan.
Selain Amerigo, ada Loco Mama, Tabanco Coffee, Jakarta Food Truck (JFT), Taco Truck, Food Stop, Retro Gourmet, Street Ramyun, dan lainnya yang menyemarakkan food truck di Jakarta. Mereka muncul sejak akhir tahun lalu dan mayoritas dikelola anak muda.

 Esensi food truck adalah terus bergerak. Oleh karena itu, kendaraan didesain menjadi dapur sekaligus kios yang bisa berpindah-pindah tempat. ”Beda dengan pedagang yang ada selama ini, kami masih memproses makanan di kendaraan, tak sekadar memajang dan menjualnya,” kata Sigit Adrian Pambudi (25), rekan Puput, sesama pendiri Amerigo, di arena Festival BBQ Jakarta di Kelapa Gading, Jakarta Utara

Selain praktis, berbagai menu yang disajikan food truck umumnya juga spesifik, sesuai dengan tema yang diusung pengelola. Amerigo menawarkan menu dari sejumlah penjuru dunia, seperti nasi ayam biryani dari India, beef burger dari Amerika, japchae dari Korea, dan poutine dari Perancis. Loco Mama, food truck yang digagas Griselda Valentina dan rekan, menawarkan menu khas Meksiko, seperti burrito, nacho, quesadilla, dan mexican s’mores. Pembeli bebas memilih sambal dan topping untuk menu utama dengan harga bervariasi Rp 20.000 hingga Rp 40.000.
 Bisnis kuliner dengan menggunakan mobil atau truk yang dapat berpindah-pindah tempat jualan tengah menjadi tren di Jakarta.
Beda dengan Amerigo, Loco Mama memakai mobil antik produksi tahun 1941 untuk mempertegas tema. Loco Mama biasa mangkal di Jalan Kemang Raya, tetapi kerap berkeliling Jakarta. Adapun Felix DJ (34), pemilik Tabanco Coffe, spesifik menawarkan kopi-kopi Indonesia di atas Volkswagen (VW) Combie. Felix mengolah dan menyajikan kopi toraja, papua, mandeling, dan jawa dengan merek Tabanco.

”Indonesia sangat kaya akan kopi. Saya ingin mengenalkannya dengan cara ini,” kata Felix.

Tawaran berbeda disodorkan Street Ramyun yang mangkal di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Street Ramyun khusus menjajakan masakan khas Korea. Sementara bus merah menyala Rumah Sosis dari Bandung setia menunggu pelanggannya di pinggir jalan raya kawasan Rawa Buntu di Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan.
Peluang

Usaha food truck butuh modal hingga ratusan juta rupiah. Alokasi terbesar untuk pembelian kendaraan dan konstruksi dapur. Namun, peluang bukan berarti tertutup bagi pemula. Puput dan kawan-kawan, misalnya, berjuang mendapatkan modal hingga Rp 700 juta dari investor melalui proposal usaha. Mereka membuat detail rencana dan target periodik.

Hasilnya, Amerigo bisa meraup omzet Rp 134 juta pada bulan pertama. ”Meski tinggi, pencapaian itu belum sesuai dengan harapan. Sebab, jam operasi lebih pendek dari rencana,” kata Puput yang pada Senin-Jumat biasa mangkal di Pasar Santa, Jakarta Selatan.

Omset besar bisa jadi karena terbawa booming fenomena serupa di luar negeri. Namun, bagi Felix, peluang adalah berkah yang harus diperjuangkan agar terus berkembang. Menurut dia, ada tiga kunci untuk membuatnya tumbuh, yakni konsistensi, inovasi, dan kreativitas.

Ekonom Universitas Indonesia, Aris Yunanto, menjadi bagian dari masyarakat urban Jakarta dan sekitarnya yang terpesona oleh demam food truck ini. ”Ini memang fenomena baru, sangat menarik, walau saya tahu food truck ini sebenarnya kemasannya saja yang berbeda.”

Aris melihat food truck mampu mendobrak patron usaha jasa kuliner yang selama ini terperangkap pada bentuk layanan yang itu-itu saja. Bukan berarti era warung tenda atau lesehan akan berakhir karena kehadiran food truck. Namun, nongkrong sembari mengerumuni mobil besar berisi berbagai jenis makanan segar langsung olahan dapur berjalan tentu jadi daya tarik yang sulit ditolak siapa pun.

Pertama, kehadiran bus, truk, atau mobil yang dimodifikasi menjadi begitu cantik, lucu, dan unik jelas bukan pekerjaan kacangan. Ada sentuhan seni, barang berkualitas, dan penerapan teknologi, sesuatu yang banyak digandrungi kaum kelas menengah urban.

”Indonesia termasuk yang tertinggi pertumbuhan kelas menengahnya. Kelas ini mereka yang mampu membelanjakan 2-20 dollar AS per hari. Ciri-ciri kelas ini adalah mereka senang dilayani, mencoba hal baru, tahu sedikit banyak tentang tren di luar negeri, dan ingin merasakan sensasinya di sini,” katanya.
Selanjutnya saya akan menguraikan berbagai jenis Food truck yang berada di Jakarta ini . Selamat membaca .Semoga ini dapat menjadi inspirasi bagi anda yang ingin berbisnis kuliner  :)

5 komentar:

Devina mengatakan...

kereennn je

Unknown mengatakan...

bagus

waliyani mengatakan...

Bagus

Jane Anastasia mengatakan...

Weleh welehh wkwk

Unknown mengatakan...

bagusssss

Posting Komentar

Games